Jumat, 07 November 2008

Parameter Identification

Arsip diskusi di milis IndonesiaAerospace tentang Parameter Identification

http://groups.yahoo.com/group/AerospaceIndonesia/msearch?ST=parameter+identification&SM=contains&pos=0&cnt=10


Dijaman dulu ITB punya 4 sokoguru (tiang penyangga), yitu pak Diran, pak Harjono, pak Kamil dan pak Said Jenie. Keahlian pak Diranadalah aircraft design dan nyerempet dikit ke Aerodinomika. Pak Harjono menekuni bidang Aeroelastisitas dan juga aerodinamika. Pak Kamil ahli struktur pesawat, sedangkan pak Said ahli Dinamika Terbang.
Kalau melihat kebutuhan IPTN jaman dulu, yg kemudian diterjemahkan menjadi kebutuhan yg harus dipenuhi, maka kelompok pak Said kelihatannya menjadi yang paling kuat. Lihat saja Flight Test Centre di IPTN, dan rencana utk membangun Flight Mechanics Lab di Serpong dibawah naungan BPPT (saya rasa yg ini mungkin ditunda atau dibekukan sementara).

Penjelasan diatas diberikan utk mendukung pendapat saya bahwa PN ITB sangat kuat dibidang Mekanika Terbang dan punya banyak pengalaman praktis dibidang Flight Test. Ada banyak dosen peneliti PN ITB yg aktif dibidang ini dan yg terkait seperti Automatic Control. Tentu saja Harmad adalah salah satu anak buah pak Said yang paling senior dan punya banyak pengalaman saat diperbantukan ke IPTN.

Saya tidak heran kalau ada banyak lulusan PN ITN yang menggeluti bidang dinamika terbang dibandingkan bidang2 lainnya. Oleh karena itu agak mengherankan kalau diskusi tentang hal2 yg berkaitan dengan dinamika terbang kok ternyata tidak banyak yg menanggapinya.

Mempertimbangkanhal tsb, saya yg tak tahu banyak tentang bidang ini, memberanikan diri utk memberi komentar yg mudah2an akan mendapat respon dari para ahli.

Pengertian umum tentang parameter identification (bukan terbatas pada dinamika terbang) adalah salah satu cabang penting dari masalah inverse dalam matematik terapan. Katakan kita punya sebuah fungsi dari beberapa variabel dan bentuk fungsinya diketahui. Kurva fungsi tsb akan dapat dengan mudah ditentukan. Tetapi sekarang masalahnya dibalik, yaitu sebuah kurva diberikan. Mungkin dari pertimbangan2 fisika etc dapat diduga bahwa kurva tersebut adalah fungsi dari beberapa variabel atau parameter, walaupun bentuk fungsinya tak diketahui. masalahnya kemudian dipersulit karena kurva tsb diperoleh secara eksperimental (katakan hasil uji terbang) dan tercemar oleh random errors, sehingga bentuk kurva yg sebenarnyapun tidak segera bisa langsung dilihat. Kurva data tsb harus difilter dulu utk membuang noise didalamnya dan kemudian barulah kurva yg sudah dibersihkan itu dipelajari lebih lanjut utk menentukan ketergantungannya pada masing2 parameter yg diduga berpengaruh padanya. Salah satu cara utk membersihkan kurva dari noise adalah dengan cara least square. Tetapi diluar itu juga masih ada banyak metoda lain yg bisa digunakan, dan disinilah para ahli bidang ini beraksi, dan ini diluar kemampuan saya. Namun demikian bisa saya sebutkan (silahkan dikoreksi kalau salah) bahwa pada awal IPTN dulu para pejabatnya banyak yg kebakaran jenggot karena harus bisa berdiskusi dengan ahli CASA tentang Kalman Filter, sebuah konsep baru waktu itu di Indonesia. metoda lain yg pernah saya dengar adalah Singular Value Decomposition(entah apa artinya).

Dibawah ini disampaikan artikel ttg PI yg diterapkan dibidang ilmu kimia dan juga dibidang dinamika terbang yg dirumuskan oleh NASA.

moderator

http://groups.yahoo.com/group/AerospaceIndonesia/message/8762

 dengan mudah ditentukan. Tetapi sekarang masalahnya dibalik, yaitu
> sebuah kurva diberikan. Mungkin dari pertimbangan2 fisika etc
dapat
> diduga bahwa kurva tersebut adalah fungsi dari beberapa variabel
atau
> parameter, walaupun bentuk fungsinya tak diketahui. masalahnya
kemudian
> dipersulit karena kurva tsb diperoleh secara eksperimental
(katakan
> hasil uji terbang) dan tercemar oleh random errors, sehingga bentuk
> kurva yg sebenarnyapun tidak segera bisa langsung dilihat. Kurva
data
> tsb harus difilter dulu utk membuang noise didalamnya dan kemudian
> barulah kurva yg sudah dibersihkan itu dipelajari lebih lanjut utk
> menentukan ketergantungannya pada masing2 parameter yg diduga
> berpengaruh padanya. Salah satu cara utk membersihkan kurva dari
noise
> adalah dengan cara least square.



IRSAL:
Di dalam ilmu statistik, noise yang terjadi biasanya diasumsikan pdf
(probability density function)nya berbentuk normal atau gaussian
sesuai dengan hukum the law of large number. Jadi didalam
perhitungannya sebetulnya kita memfitting error ini menjadi normal
dengan variance yang paling minimum sehingga didapat unbiased
estimator. Caranya adalah dengan menggunakan Maximum Likelihood
estimator (hasilnya sama dengan Least Square), Methods of Moment
(biasa dipakai untuk time series di bidang ekonomi), atau Bayesian
statistics, misalnya Markov Chain Monte Carlo, dan banyak metoda
lainnya.


>Tetapi diluar itu juga masih ada banyak
> metoda lain yg bisa digunakan, dan disinilah para ahli bidang ini
> beraksi, dan ini diluar kemampuan saya. Namun demikian bisa saya
> sebutkan (silahkan dikoreksi kalau salah) bahwa pada awal IPTN
dulu para
> pejabatnya banyak yg kebakaran jenggot karena harus bisa berdiskusi
> dengan ahli CASA tentang Kalman Filter, sebuah konsep baru waktu
itu di
> Indonesia. metoda lain yg pernah saya dengar adalah Singular Value
> Decomposition(entah apa artinya).
>


IRSAL:

Singular Value Decomposition ini mirip dengan eigen value
decomposition, dimana matrix yang didecompose tidak perlu square.
Dalam time series gunanya adalah untuk memproyeksikan gerakan
gelombang yang berkorelasi antara satu gelombang dengan gelombang
yang lain ke sumbu utama (principal Component) dimana masing2
proyeksi ini tidak mempunyai korelasi satu dengan yang lain.
Contohnya kita ingin mengestimasi parameter interest rate 3 bulan
(Treasury Bill), akan tetapi ternyata fluktuasi dari T-Bill ini juga
tergantung (berkorelasi) dengan misalnya Treasury Notes 6 bulan.
Tentu saja kita tidak bisa cuman menggunakan data2 dari T-Bill, akan
tetapi juga harus menggunakan data2 dari T-Notes ini karena saling
bergantungan. Kalau kita mengestimasinya secara langsung dengan
menggunakan multivariate statistic, perlu komputasi yang sangat
banyak, karena tidak cuman mengestimasi variance, akan tetapi juga
mengestimasi masing2 covariance dari hubungan antara gelombang
tersebut. Dengan menggunakan Singular Value Decomposition, kita
bisa medecompose gelombang ini menjadi tidak berkorelasi dan
mengestimate parameter secara individual. Setelah dapat parameter
dari principal component, kita tinggal menginverse perhitungan untuk
mendapatkan parameter2 yang dicari.


salam,

-Irsal

Link Penting dari Pak Hadi:
http://groups.yahoo.com/group/AerospaceIndonesia/message/8770

Thank's Pak !!!

yang Adaptive Control itu menarik kayaknya.

kalo saya pake buku ini Pak :

Aircraft And Rotorcraft System Identification:
Engineering Methods With Flight-test Examples

http://www.amazon.com/Aircraft-Rotorcraft-System-Identification-Engineering/dp/1\
563478374/ref=pd_bbs_sr_1/103-9818401-2955805?ie=UTF8&s=books&qid=1184133716&sr=\
8-1

Pak, kalo mau bikin sensor alpha (angle of attack) utk
pesawat miniatur (aeromodelling) pake apa ya? Bayangan
saya bisa pake differential pressure sensor (saya
sudah pake ini utk airspeed) tapi dengan perbedaan
sudut tertentu (pitot tubenya kayak gimana ya?), tapi
saya belum nemu paper ttg ini, mungkin ada masukan
(athena control http://www.athenati.com/ yang bikin
autopilot utk shadow dan predator pake pendekatan ini
sepertinya utk produk ini : Guidestar 511
http://www.athenati.com/products_services/guidestar/gs-511
istilah dia "flow angle measurement").

Nuhun

-doni-

Pitot tube yang bisa menentukan arah disamping besaran vektor kecepatan itu ada utk pengukuran diterowongan angin. Alatnya disebut 5 holes probe. Kalau tak salah juga dikenal sebagai Cobra probe. Gunakan google utl cari keterangan lebih lanjut. Mungkin bung Mujahid bisa memberi keterangan tambahan. Bayangan saya adalah masalah dasar utk pengujian model itu karena ukurannya yg kecil, jadi apa yang bisa dipakai diterowongan angin belum tentu bisa dipakai utk uji terbang model kecil.
Namun demikian mungkin konsep dasar dari pengujian model skala kecil ada banyak kesamaannya dengan uji terbang pesawat sebenarnya. Dibawah ini disampaikan alamat web dimana anda dapat mendownload handbook uji terbang pesawat yg ditulis oleh US Navy Flying School. Mungkin ada manfaatnya.
moderator
http://www.spaceagecontrol.com/USNTPS-FTM-C2.pdf
HW


Walaupun umumnya menghasilkan estimate parameter yang sama, latar
belakang antara metoda least square dengan statistic (Maksimum
likelihood) berbeda. Kalau Least Square dikembangkan oleg seorang
insinyur dan tidak menggunakan probability theory ketika membuat
perumusan mengenai error. Di sini error yang terjadi adalah karena
adanya kesalahan dalam pengukuran dari independent variable. Dengan
kata lain hubungan antara dependent dengan independent sangat
berkorelasi tinggi dan model yang didapat adalah deterministik.
Sementara yang statistik memodelkan error sebagai error yang sebenarnya
terjadi karena memang kemampuan manusia terbatas. Dengan kata lain
yang namanya regresi adalah untuk memisahkan faktor deterministik
dengan faktor random. Jadi dalam peninterpretasi hasil regresi adalah
berbeda antara orang engineering dengan orang statistik, atau bisnis,
atau ekonomi.
Kalau engineer menginterprtasikan modelnya sebagai misalnya,
Y = 2 + 3 X1 + 2X2
dengan kata lain kalau X1 = 1, dan X2 = 1, maka Y = 7

Orang statistik akan menginterpretasikan hasilnya dengan sebagai,


E(Y) = 2 + 3 X1 + 2 X2, yaitu kalau X1= 1; X2 = 1,
ekpectasi dari Y = 7.



atau bisa juga

Y = 2 + 3 X1 + 2X2 + error
dimana error ~ iid Normal (0, variance)

Jadi kalau X1 = 1; X2 = 1, maka interpretasinya adalah,

Dengan Confidence Level (misalnya) 95%, maka Y akan berada antara
5 dengan 9 (misalnya).


salam,

-Irsal

Link Penting:
http://www.dtic.mil/dtic/search/tr/rto/agardographs.html

Bungs total_sacrifice, Widyawardana, mac, Irsal, Moderator, Djoksar, dan rekan sekalian,

Seperti telah diuraikan oleh Moderator dalam posting sebelumnya, mustinya Indonesia punya banyak jagoan Parameter Identification (PI) kan?. Maka sayapun menunggu-nunggu nih ingin mendapat pencerahan dari para jagoan PI tsb. tentang ilmu yang menarik ini. Apalagi bung Djoksar juga mengatakan bahwa bung Widyawardana adalah salah seorang yang paling aktif di komunitasnya menggeluti bidang ini, maka ini sangat jelas berarti bahwa ahli PI di Indonesia memang berjumlah cukup banyak sehingga dapat membentuk sebuah komunitas.

Saya tunggu2, kok tidak ada satu ahli PI-pun yang muncul bersuara, seperti Moderator, bungs Bono, Yogiae dan Djoksar ketika kita membahas CFD, atau bung Toos dan prof. Djoko Suharto ketika kita membahas tentang keselamatan penerbangan, atau bungs Wahyoo dan Leo ketika kita membahas masalah pertahanan negara, atau saya (eits...boleh nggak saya dibilang ahli ya?), ketika kita membahas turbulence dan windshear.

Aneh bin nyata. Ada komunitas tapi tak ada yang mau atau berani muncul. Jangan2 nggak ada satupun dari anggota komunitas itu yang menjadi anggota paguyuban ini, kecuali bungs Widyawardana, total_sacrifice dan mac, yang anehnya justru melemparkan pertanyaan ke milis A sampai Z ini, bukan ke komunitasnya sendiri.

Kalau toch para ahli PI ada atau banyak juga yang bergabung di milis ini, ayo dong jangan malu2 bersuara. Tolong dong jelaskan secara populer dan secara umum bagaimana caranya melakukan identifikasi parameter model aerodinamika yang sedang kita bahas ini(dan kalau perlu juga yang lainnya seperti propulsi, flight controls dan landing gear). Sekalipun saya bukan orang PI, tapi saya berminat ingin tahu lebih banyak tentang PI, karena sebagai orang flight simulation (non aktif), saya sangat tergantung pada orang PI akan keabsahan model yang saya musti implementasikan di (engineering) flight simulator.

Baca links dan artikel2 yang diposting Moderator lieur eeui. Butuh waktu 10 tahun bagi saya untuk membaca semuanya :-).

Salam hangat,
Mansyah.

Dibidang engineering seringkali kita harus menggunakan konsep
interpolasi. Contoh yang sederhana misalnya adalah data tentang
koefisien gaya angkat,Cl, sebagai fungsi sudut serang, alfa. Untuk
pesawat tempur atau aerobatik, sudut serang saat terbang bisa mencapai
angka lebih besar daripada sudut stall, dimana Cl bukan fungsi linier
lagi dari alfa. Kalau dalam hitungan ataupun utk tujuan simulasi kita
membutuhkan data nilai Cl utk semua fungsi alfa, termasuk daerah tak
linier nya, maka mau tak mau kita harus menggunakan cara dimana dibuat
sebuah tabel nilai Cl sebagai fungsi alfa, karena Cl sebagai fungsi
alfa tidak diketahui bentuk analitisnya. Tentu saja tabel tersebut
hanya memuat nilai2 Cl pada sejumlah besar, tetapi terbatas, alfa. Utk
nilai2 alfa yg lain kita bisa menggunakan pendekatan interpolasi.
kalau data dalam tabel itu delta alfanya cukup kecil, maka interpolasi
linier cukup akurat. kalau ketelitian yg lebih tinggi dibutuhkan, maka
perlu digunakan interpolasi kwadratis ataupun polinom derajat lebih
tinggi atau fungsi2 spline lainnya.
Untuk fungsi dengan 1 variabel masalah ini tidaklah sulit. Tetapi
bayangkan anda punya fungsi dengan 2, 3 atau lebih variabel. Untuk
kasus2 seperti ini, yang sering muncul dalam uji terbang dan simulasi,
bagaimana kita bisa menginterpolasikan data2 yg dibutuhkan?
Salah satu caranya mungkin dengan pendekatan deret Taylor. Pendekatan
ini membutuhkan tabel nilai fungsi saja utk setiap kombinasi nilai2
variabel2, tetapi juga nilai2 turunan2nya. Utk interpolasi linier
dibutuhkan turunan pertama, sedangkan utk derajat 2 dibutuhkan juga
turunan derajat 2 etc. Jadi tabelnya menjadi jauh lebih besar semakin
banyak jumlah variabel bebasnya dan memori penyimpan yang dibutuhkan
juga meningkat pesat. Disamping itu jumlah hitungan yang harus
dilakukan utk menghitung setiap f yg dibutuhkan menjadai semakin
panjang. Disisi lain untuk masalah kendali, data yang dibutuhkan
sangat banyak dan supaya bermanfaat harus bisa diperoleh dalam "real
time". Ini adalah sebuah masalah teknis riil yg harus dipecahkan oleh
para pembuat software kendali otomatis. Salah satu pendekatan yang
dapat dilakukan adalah dengan menggunakan Artificial Neural Network.
Metoda ini memanfaatkan "neuron" yg berjumlah besar dan dapat
melakukan "parallel processing" sehingga sangat cepat. ANN harus
dilatih dengan menggunakan data2 seperti dalam tabel tadi. Hasil
latihan tersebut adalah diperolehnya nilai2 bobot2 tertentu utk
neuron2 yg digunakan. Jumlah bobot ini sama dengan jumlah neuron yg
digunakan, jadi jauh lebih sedikit daripada jumlah data yg dibutuhkan
utk pendekatan interpolasi dengan tabel. Setelah terlatih, ANN dapat
menghitung nilai yang dibutuhkan dengan sangat cepat cocok utk "real
time" dan ketelitian hasilnya tergantung dari pendekatan pelatihannya.
Dalam hal ini banyak digunakan metoda2 optimisasi seperti "gradient
descent" dan sejenisnya. Salah satu masalah yang harus diatasi adalah
supaya tidak nyangkut pada lokal minima dan benar2 mendapatkan global
optima yg dibutuhkan.

Jadi dibidang teknis yang deterministik pun sebetulnya dibutuhkan
matematika yang rumit, njelimet dan memerlukan pengertian pendekatan
statistik yang canggih.

Brda antara ilmu teknik (ilmu keras) dan ilmu lunak adalah kalau
pesawat jatuh karean insinyurnya salah hitungan, dia tidak bisa
berdalih bahwa matematiknya terlalu sulit sehingga melibatkan
pendekatan statsitik yg mustahil 100% benar. Insinyur tsb akan masuk
penjara kalau bilang begitu. Tetapi ahli sejarah, filsafat, ekonomi,
sosiologi, psikologi dlsbnya bisa berdalih seperti itu. Kalau ekonomi
negara jadi amburadul, atau pasar bursa anjlok drastis, atau harga
minyak melonjak drastis tak terprediksi, tidak ada 1 ekonom pun yang
masuk penjara karena prediksinya gagal! :-) Lagipula jelas, kalau
sama2 pintarnya sang ekonom pasti jauh lebih kaya raya daripada sang
insinyur, yg hidupnya ya begitu2 saja, ya kan :-)

salam
moderator

Link penting:
http://groups.yahoo.com/group/AerospaceIndonesia/message/8848

Yang tahu jawabannya mungkin bung Mansyah.

Tetapi saya bisa memberi sedikit masukan dalam bentuk analogi utk
kasus aliran turbulen.
Fluktuasi kecepatan fluida sebagai fungsi waktu itu sangat cepat dan
perubahannya kelihatan acak, jadi kalau dipelajari dalam domain
waktu tidaklah begitu bermanfaat. Kemudian secara teoritis dibuat
hiptesa bahwa aliran turbulen itu dapat dibayangkan sebagai
segerombolan pusaran (vortex) yang "dilahirkan",saling berinteraksi,
melibatkan perpindahan energi antar vortex dengan dimensi yg
berbeda, berubah bentuk dan akhirnya mengecil dan hilang dimakan
viskositas. Untuk memudahkan pengertian bentuk vortex dapat
dibayangkan sebagai bola atau bentuk lonjong lainnya yang mempunyai
dimensi tertentu. Kemudian didefinisikan Wave Number, yaitu
kebalikan dari ukuran atau dimensi vortex. Wave number ini terkait
dengan frekuensi fluktuasi turbulensi karena terjadinya interaksi
antar pusaran2 tsb.
Turbulensi dapat dicoba dimengerti lewat distribusi energi yang
terkandung dalam pusaran2 dengan wave number atau frekuensi
tertentu. Ini dapat dijabarkan secara kuantitatif lewat pengertian
tentang energy spectrum dan sebagai fungsi wave number atau
frekuensi. Seandainya turbulensi dicoba dimengerti dengan
mempelajarinya di domain waktu, saya rasa teori turbulensi tak akan
pernah maju.

Jadi jawaban dari pertanyaan anda tergantung pada bentuk fungsi yg
anda pelajari. Kalau fungsi tsb berubah dengan waktu secara "acak"
dan berubah dengan cepat, maka pendekatan domain waktu kurang
bermanfaat, dan pendekatan domain frekuensi lebih bermanfaat. Semua
fungsi waktu yang bentuknya tak diketahui, selalu bisa ditaksir
(approximated) sebagai deret Fourier, atau sebagai fungsi sinusoid
yang terdiri dari banyak frekuensi dan dengan amplitudo yg
bervariasi. Panjang gelombang (wave length) sinusoid itu adalah
kebalikan dari wave number yg telah dibahas sebelumnya, jadi
sebetulnya kedua pendekatan tersebut mengandung informasi yg sama,
tetapi utk kasus dimana fungsi atau sinyal yang dianalisis itu
berbentuk "acak" maka pendekatan frekuensi lebih mudah dicerna.

salam
moderator

 Bagaimana dengan metoda Maximum Likelihood? Ini adalah teknik
meminimalisasi error dengan memanfaatkan fungsi Distribusi Normal,
sesuai dengan noise yang dianggap Gaussian.
>
> Tapi kayaknya kita musti berhenti dulu disini. Disamping sayanya
sendiri kepalanya sudah mulai melepuh akibat overheating karena
mengais-ngais ilmu yang sudah tertimbun didasar memory yang semakin
penuh ini, andapun yang membacanya barangkali sudah mulai bosan,
atau malah menganggap, ah… yang beginian bang becak juga sudah tahu.
>


Sebelum masuk ke metoda Maximum Likelihood, mungkin perlu dibahas
dahulu konsep random variabel.

Misalkan ada yang nanyain berapa sih panjang suatu pincil. Si A
yang mencoba mengukur pakai mistar bilang 10 cm, si B juga mencoba
juga bilang 10 cm. Begitu juga si C, D, E, dan F. Semua
mendapatkan ukuran 10 cm. Maka pertanyaannya dengan mudah dijawab
bahwa panjang pensil itu adalah 10 cm.

Sekarang kalau ada yang nanya berapa sih umur anggota milis
AerospaceIndonesia. Si A bilang, itu yang aktif banget itu temen
sekelas gue waktu di SMP. Umumrnya 22 tahun. Si B tidak mau kalah,
gua juga punya temen yang walaupun nggak terlalu aktif, tapi
tulisannya sering muncul di milis. Umurnya 19 tahun. Dan yang
lain2 bilang 23 tahun, ada yang bilang 16 tahun dan lain-lain.
Setelah dikumpul-kumpul mungkin bisa dicatat hasilnya 15, 15, 16,
16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 22, 23, 25 tahuns (ini misal lho :)).

Sekarang balik ke pertanyaan semula, berapa sih umur anggota milis
AerospaceIndonesia. Orang akan bingung menjawabnya karena
kelihatannya jawabannya banyak dan unmeasurable. Maka dari sini
data2 yang di atas bisa direpresentasikan dengan yang namanya random
variabel.

Sebelum membahas random variabel, mungkin kita balik dahulu ke
konsep Probability Space untuk membuat data2 di atas measurable.
Prabability Space ini terdiri dari satu set sample space, satu set
events yang merupakan subsetnya sample space, dan satu set
probability measure yang mengassign event-event ke suatu
probability tertentu.

Untuk merepresentasilkan probability space ini, diperkenalkan yang
namanya random variabel yaitu suatu measurable function yang
memapkan sample space ke measurable space dan dapat di wakilkan
sebagai suatu Probability Density Function (PDF) kalau continuous,
dan Probability Mass Function kalau diskret. Macam2 PDF yang
already well known (mungkin kalau bisa bikin satu yang baru bisa
juga dapat Nebel Prize :)), misalnya uniform, normal, Gamma,
Exponential, Weibull, Chi-Square, dll.

Sekarang bagaimana data2 umur anggota milis yang aktif (sebagai
sample) bisa direpresentasikan oleh suatu random variabel yang
mewakilkan suatu populasi (dalam hal ini anggota milis). Caranya
ada 2:

-Model Driven (parametric approach) - memakai PDF yang sudah well
know, dengan cara memfitting data2 tersebut ke PDF yang udah well
known.

-Data Driven (non parametric approach) - dengan menggunakan
histogram, atau menextrapolate data (memakai spline, cubic, dll) ke
function (population).

Cara model driven ini dikatakan sebagai parametric approach karena
di sini kita tinggal menentukan atau mengestimasi parameter yang ada
di PDF tersebut, dimana kalau kita tahu estimated parameter2
tersebut, kita bisa menghitung Mean dan Variance dari PDF (populasi).
Cara memfittingnya bisa digukan metoda2 Maximum Likelihood Estimator
(MLE), Method of Moments, Bayes estimator, Minimax Estimator.

Jadi kalau kita mau pakai MLE dan kita asumsikan bahwa populasi umur
anggota milis adalah berbentuk normal, maka yang kita perlukan
adalah mengestimasi parameter PDF normal tersebut, yaitu miu, dan
sigma square. Kebetulan parameter normal sama dengan characteristic
statistric dari PDF Normal yaitu mean dan variance, jadi bisa make
our life easier :). Jadi di sini dengan MLE kita bisa dapatkan
bahwa miu = Sigma(Xi)/n dan sigma square = Sigma(Xi-Xbar)/n.

salam,


-Irsal

Tidak ada komentar: