Selasa, 04 November 2008

Pak Hadi Menjawab 1

Pertanyaan:

Judul: Future Technology and Aircraft Types

--- In AerospaceIndonesia@ yahoogroups. com, moh ardi cahyono wrote:
>
> saya baca-baca teknologi pesawat masa depan di link
> ini
>
> http://adg.stanford .edu/aa241/ intro/futureac. html
>
> yg saya belum ngerti kenapa engine nya menggunakan
> teknologi PROPFAN. apa sih keuntungannya teknologi ini
> dibandingkan yg lain?
>
> juga di sayap ada boundary layer control.. ini
> maksudnya apa?
>
> trus ada teknologi Blended Wing Body.. ini apakah
> efisiensi aerodinamiknya yg terbaik saat ini?
>
> mohon petunjuk.
>
> ac
>

Jawaban:

Wah, pertanyaannya banyak amat. perlu dijawab satu2 ya.

Sistem propulsi pesawat pada dasarnya ada 2 jenis, yaitu propeller dan jet. Dari teori momentum yg sederhana dapat ditunjukkan bahwa propeller itu paling efisien utk pesawat berkecepatan subsonik rendah sampai kira2 Mach 0.6 . Tetapi utk kecepatan tinggi maka propeller menjadi tidak efisien karena kecepatan udara yg dilihat oleh ujung propeler adalah jumlah vektor kecepatan terbang pesawat ditambah kecepatan karena propeler berputar. Kalau kecepatan totalnya menjadi sonik atau supersonik maka gelombang kejut akan terjadi disitu. Ini membuat drag menjadi sangat besar dan dengan demikian efisiensi propeler menurun drastis.

Jet dapat beroperasi pada kecepatan tinggi. Tetapi untuk turbojet kecepatan pancar gas (jet) yang muncul di nozzle dibelakang enjin itu sangat tinggi. Ini punya 2 dampak jelek yaitu efisiensi propulsi menurun dengan kecepatan exit dan kebisingan berbanding lurus dengan kecepatan exit pangkat 7 (rumus Lighthill), walaupun kemudian diambil log nya karena ukuran kebisingan adalah bel atau desibel. Unruk pesawat tempur ada tambahan satu dampak jelek lagi yaitu udara yg keluar dari nozle sangat panas (temperatur tinggi) jadi infra red signature nya besar dan gampang dikejar oleh misil yg dikendalikan dengan infra merah.

Untuk mengatasi hal2 negatif tsb, enjin jet modern menggunakan apa yg disebut high by pass ratio fan jet. Turbojet itu terdiri dari kompresor didepab kemudian ruang bakar ditengah dan dibelakang ada turbin sebelum gas2 hasil pembakaran keluar lewat nozel. Kompresor "memompa" udara yg masuk lewat inlet menjadi bertekanan tinggi sebelum masuk ruang bakar dan dengan demikian memperbaiki efisiensi pembakaran. Diruang bakar udara tekanan tinggi dicampur dengan kerosin dan dibakar mencapai temperatur dan tekanan sangat tinggi. Gas2 hasil pembakaran kemudian dipaksa lewat turbin dan memutar turbin, yang kemudian memutar kompresor, dan sisa tekanan yg masih ada kemudian membuat gas2 tersebut memancar dengan cepat lewat nozel dan dengan demikian menciptakan thrust atau gaya dorong. Seperti dikatakan tadi semakin tinggi kecepatan pancaran lewat nozel semakin tidak efisien enjin tsb. Jadi dalam fanjet, dibagian paling depan kompresor diberi fan yg mirip propeler yaitu berdiameter besar. Udara yg masuk lewat inlet kemudian terbagi 2 yaitu ada yang masuk kompresor seperti pada turbojet biasa, tetapi ada juga yang masuk ke anulus yg "membungkus" kawasan kompresor dan ini didorong masuk oleh fan yang berdiameter lebih besar daripada diameter kompresor. Udara yg lewat kompresor kemudian dicampur dengan kerosin etc seperti dalam turbojet biasa, sedangkan yg masuk anulus diluar "tabung" kompresor tidak dibakar tetapi dilewatkan melalui anulus yg membalut ruang bakar dan turbin, jadi tetap dingin dan kemudian dicampur dengan gas panas hasil pembakaran, dan gas2 yg dicampur ini kemudian dipancarkan lewat nozel. Dengan cara ini, gas2 yg lewat nozel berkecepatan lebih kecil daripada utk turbijet, tetapi masa nya jauh lebih besar sehingga momentum yg dihasilkan bisa lebih besar atau paling tidaknya sama dengan utk turbojet biasa. Karena kecepatan exitnya rendah, maka fanjet lebih efisien daripada turbojet, kebisingannya berkurang dan infrared signature nya juga mengecil. Semakin besar perbandingan antara udara dingin yg tak dibakar dengan udara ydibakar semakin efisien fanjet tersebut. perbandingan antara udara yang masuk didorong fan dan yang masuk ke kompresor disebut bypass ratio. Disebut bypass karena cuma numpang lewat dan tidak masuk ruang bakar utk dibakar. Bypass ratio ini ditentukan oleh besaran diameter fan dibanding diameter "tabung" kompresor. Smakin besar bypass rationya berarti semakin besar diameter fan enjin tsb. Jadidari satu sisi efisiensi propulsi meningkat dengan bypass ratio, tetapi semakin besar diameter fan maka semakin besar pula luas penampang enjin, yg berarti drag pada enjin meningkat dan menganulir keuntungan efisiensi propulsi. Inilah sebabnya mengapa ada batas besaran bypass ratio yg diperbolehkan, dan dapat dilihat sendiri betapa besarnya fanjet yg digunakan utk Boeing 747 etc.

Nah propfan adalah teknologi baru, dikembangkan sekitar 1990an, yang memberikan nilai bypass ratio yg secara teoritis tak berhingga, tetapi tidak membutuhkan fan yang berdiameter sangat besar. Fan utk propfan diletakkan dibelakan turbin dan blade (sudu?) nya dirancang khusus supaya efisien beroperasi pada kecepatan supersonik, karena berputar sangat kencang disamping beroperasi pada pesawat yg terbang dengan kecepatan sampai Mach 0.9. Biasanya fan ini terdiri dari 2 tumpuk atau counter rotating fans utk meluruskan arah aliran dan meningkatkan efisiensi propulsi, disamping utk meminimalkan gaya2 giroskopis kalau hanya satu tumpuk (tak tahu bhs Indonesianya yg tepat) saja yg digunakan.

Ditahun 1990an Rolls Royce, general Electric dan Pratt and Whitney semuanya melakukan R&D utk mengembangkan teknologi ini. Mereka dulu bahkan datang ke IPTN menawarkan propfan utk N2130 dan mereka mengatakan bisa meningkatkan efisiensi propulsi sampai sekitar 25 atau 30 persen. Waktu itu harga minyak melambung tinggi jadi peningkatan efisiensi menjadi pertimbangan utama, Biaya R&D utk produk baru seperti propfan iru sangat tinggi dan perusahaan seperti Rolls Roce etc, hanya akan membuat komitmen meneruskan R&D samapi merancang dan membuat produknya kalau sudah mengantongi banyak firm order. Tetapi sayang diakhir 1990an itu harga minyak anjlok, sehingga efisiensi tinggi bukan merupakan prioritas lagi dan R&D utk propfan dihentikan. Tetapi beberapa tahun terakhir ini harga minyak melambung tinggi sehingga saya rasa propfan dikembangkan lagi. kalau tak salah ada pesawat transport Rusia yg baru (terbang perdana 2006) yg menggunakan propfan, tetapi saya lupa nama pesawatnya. Bisa jadi kalau minyak terus melambung harganya maka akan ada semakin banyak pesawat yg pakai propfan. Kerugian dari propfan adalah kebisingannya. Propfan itu berada diluar terbuka tidak tertutup oleh tabung atau "duct" jadi tak bisa diredam dengan melapisi duct dengan peredam suara. Disamping utu kecepatan putar propfan sangat tinggi, jadi kebisingannya ber frekuensi sangat tinggi dan ini lebih tidak bisa diterima oleh masyarakat. Tetapi bisa jadi kalau R&D dilanjutkan mungkin akan ditemukan sebuah cara utk mengurangi kebisingan propfan sehingga memenuhi persayaratan kebisingan utk enjin pesawat modern.

Boundary layer (BL) control mungkin bisa dijelaskan lebih jelas oleh bung Bono (kalau tidak ngambek :-) sorry Bon) Tetapi saya berikan jawab singkat sbb. BL atau lapisan batas adalah lapisan udara bergerak yang langsung berbatasan dengan permukaan. Oleh karena itu pergerakannya dihambat oleh viskositas (kekentalan? ) fluida, jadi kecepatan geraknya menjadi nol yg kemudian membesar dengan cepat secara eksponensial, mencapai kecepatan pesawat diluar sebuah lapisan tipis yg disebut BL itu. Jadi BL adalah sumber gaya hambat atau drag. Nah BL ada 2 jenis yaitu laminer dan turbulen, Disamping itu karena kecepatan BL kecil, maka kalau ada pressure gradient (gradien tekanan) yg menentang arah aliran maka bisa jadi aliran didalam BL itu berbalik arah. Ini kemudian menyebabkan terjadinya bubble atau gelembung udara dimana udara ber putar2 secara lokal. Ini kemudian memaksa lapisan udara yg melewatinya menjadi tergeser menjauhi permukaan dan dalam kasus ekstrimnya lapisan tersebut kemudian terlepas atau tidak melekat lagi ke permukaan dan membuat terjadinya wake yg berarti drag yg tinggi. BL laminer lebih mudah terlepas daripada lapisan turbulen, jadi kalau sumber drag kebanyakan adalah pelepasan aliran maka BL lebih baik dibuat menjadi turbulen, misalnya dengan menggunakan vortex generator dlsbnya. Tetapi kalau tidak terjadi pelepasan aliran maka BL laminer lebih baik, karena viscous drag nya lebih kecil daripada utk BL turbulen. Inilah sebabnya mengapa ada banyak upaya R&D utk memaksa aliran pada sayap tetap laminer utk meminimalkan drag. caranya macam2, ada yg natural dengan memilih bentuk sayap yg tepat atau dipaksa. Yang dipaksa ini ada 2 jenis paling tidaknya, yaitu yang pakai sedotan (suction) atau pakai tiupan (blowing). Teori BL sangat rumit dan biasanya dipelajari secara eksperimental dengan terowongan angin atau dengan CFD atau computational fluid dynamics alias pakai komputer. Kalau yg eksperimental LAGG dan NLST kita adalah jagonya, termasuk pak Made Wirata dan Mujahid, sedangkan dari sisi CFD, bung Bono dan Bisoem dan beberapa kawan lagi adalah jagonya (mungkin termasuk Yogiae, Prahoro, Bimo dan beberapa rekan ITB lainnya)

BWB atau blended wing body itu katanya bisa lebih efisien sampai 30persen dibanding jenis pesawat biasa. Drag bisa dikurangi karena utk mengangkut beban yg sama wetted area BWB lebih kecil daripada pesawat jenis biasa alias wing and tube. BWB ini dikatakan cocok utk mengangkut banyak penumpang (sampai 1000 orang) dan ada banyak keuntungan lainnya. dengan meletakkan enjin pesawat diatas bagian belakang pesawat, maka kebisingan enjin dapat diarahkan keatas dan tidak mengganggu siapapun ( manusia hidup dibawah bukan di awan seperti malaikat ;-)). pilihan lainnya adalah distributed propulsion system yaitu menggunakan banyak enjin kecil2 yg seluruhnya berada didalam pesawat yaitu dibagian belakangnya. Ini katanya juga memperbesar efisiensi pesawat. Yang paling penting, disamping efisiensi dan kebisingan adalah kemampuan mengangkut banyak orang yg tidak mungkin dilakukan oleh wing and tube. A380 adalah wing and tube terbesar yg bisa dibuat. Itupun membutuhkan airport2 utk memperbesar jarak antara belalai gajah dekat mana pesawat diparkir. Singapura telah membuat terminal baru atau lama yg diperbarui yang jarak antara belalai gajahnya diperbesar supaya bisa dimasuki A380. Cengkareng tak akan bisa menampung A380 tanpa perbaikan atau pembaruan. Nah kalau wing and tube dibuat utk 1000 orang pesawatnya menjadi terlalu besar, sayapnya terlalu panjang dan tak akan muat dibandara manapun juga. BWB utk 1000 orang punya panjang sayap yg kira2 sama dengan A380. Kelemahan BWB juga ada. Salah satu kelemahan paling mendasar adalah karena BWB tidak bisa punya jendela seperti wing and tube, dan mungkin penumpang tak suka atau tidak menerima hal tsb. Disamping itu kalau terjadi keadaan darurat dan penumpang harus keluar cepat2 maka ini tidak mudah. Pintu uyk BWB hanya ada didepan dan dibelakang, atau mungkin hanya dibelakang saja. Tetapi BWB mungkin punya 5 atau 6 kompartemen penumpang bukan cuma 1 atau 2 (utk double decker) utk pesawat wing and tube, jadi mungkin ini bisa membanti dari sisi kondisi darurat. Saat ini BWB masih dalam tahap konsep dan menjadi topik penelitian banyak calon PhD. Boeing dan NASA telah membuat model skala kecil (panjang sayap 3 meter?) yg telah diuji terbang dan juga diuji diterowongan angin. Uni Cranfield juga aktif mempelajarinya. Duluar itu adajuga banyak universitas lain yg aktif bergerak mempelajari masalah ini. BWB dalah pesawat jenis tanpa ekor (flying wing atau tailess aircraft), jadi salah satu masalah mendasarnya adalah dibidang piching stability, tetapi masalah ini kelihatannya bukan masalah lagi atau sudah diperoleh cara2 utk mengatasinya

salam

moderator

Propfan

From Wikipedia, the free encyclopedia

Ø kalau pesawat bermesin propfan bisa terbang
> supersonic.. bagaimana dgn shoch yang timbul di ujung
> fannya? apakah tidak mengurangi efisiensi fannya?

Pesawat bermesin propfan tidak bisa terbang supersonik, tetapi bisa terbang dengan kecepatan transonik Mach 0.85 seperti pesawat2 transport modern yg ada (seperti juga N2130 yg direncanakan) . Untuk pesawat supersonik harus digunakan mesin scramjet atau supersonic combustion ramjet. Pesawat supersonik itu sulit perancangannya, salah satu diantaranya dari sisi propulsi. Pada saat pesawat terbang subsonik (waktu baru take off dan berakselerasi menuju supersonik) mesinnya adalah turbofan biasa, kemudian kalau sudah mencapai kecepatan supersonik maka mesinnya harus beroperasi sebagai ramjet, alias tidak butuh kompresor lagi. Saya bukan ahli propulsi jadi tak bisa menjelaskan lebih dari itu. Tetapi hanya perlu dimengerti mengapa pesawat supersonik itu sangat tidak efisien. Katanya Concorde dan Boeing 747 itu membakar volume bahan bakar yg sama utk sama2 terbang dari New York ke London, padahal Boeing 747 mengangkut 4 kali lebih banyak penumpang. Ini berarti pesawat supersonik itu efisiensinya hanya seperempat efisiensi Boeing 747. Teknologi pesawat transport supersonik, khususnya yg besar, itu masih belum dikuasai dipandang dari segi efisiensi propulsi dan kebisingannya. Inilah sebabnya mengapa sampai saat ini dan ber tahun2 lagi tak akan ada pengganti Concorde. Dengan peraturan mengenai kebisingan dan pencemaran udara yg ada saat ini, Concorde akan dilarang terbang dimanapun juga didunia , karena memang tak memenuhi syarat. masalah2 yg terkait juga belum diperoleh solusi teknologinya. Namun demikian utk pesawat kecil, katakan sampai 6 atau 8 penumpang ada beberapa perusahaan yg mengatakan dalam waktu dekat akan memproduksi pesawat supersonik sekelas itu. NASA dan beberapa perusahaan punya program riset QSSP (Quiet Super Sonic transport Program). Kita tunggu saja apa betul demikian, karena sering kali penelitian itu butuh waktu lebih lama dari yg diperkirakan. Kalau sesuai perkiraan dalam waktu 1 atau 2 tahun yad pesawat bisnis supersonik itu sudah menjadi kenyataan.

Yang saya katakan adalah bahwa kecepatan udara pada sudu propfan itu memang mencapai kecepatan supersonik. Tentunya memang akan muncul shock wave disitu yg membuat dragnya sangat besar dan dengan demikian tidak efisien. Itu memang menurut logika kita. Tetapi kelihatannya memang sudah ditemukan bentuk sudu yg tepat untuk mengatasi masalah gelombang kejut yg timbul. Coba lihat bentuk propfan yg ada di artikel Wikipedia yg saya cantumkan. Bentuknya rumit sekali. Mungkin ada rekan lain yg ahli propulsi yg bisa menjelaskannya? Saya tidak mengerti bagaimana cara bekerjanya, dan ini masih dipelajari dan menjadi rahasia perusahaan yg mengeluarkan biaya besar utk melakukan R&D tentang hal tsb. Ini juga berlaku utk mesin scramjet yang masih dalam tahap pengembangan oleh NASA dan beberapa universitas dan lembaga penelitian lain.

Pesawat Rusia yg saya sebutkan menurut Wikipwedia adalah pesawat Antonov An-70 yg sudah mendapat sertifikat tahun lalu (2006) tetapi dikatakan juga bahwa belum diumumkan apakah sudah ada yg mau membelinya.

> trus yg prof jelasin tentang turbofan itu adalah yg
> jenis mixed flow.. setahu saya ada yg jenis separated
> flow. yg separated flow ini katanya thrust terbesar
> dihasilkan oleh aliran dingin (sekunder) nya.

Semua turbofan cara bekerjanya seperti yg telah saya jelaskan. Turbofan modern lebih efisien dari turbofan sebelumnya karena menggunakan bypass ratio yg lebih besar. Udara yg masuk keruang bakar dan dikeluarkan dari turbin itu selalu panas dan berkecepatan sangat tinggi. Udara yg didorong kebelakan oleh fan yg didepan kompresor itu selalu dingin dan sesampai dibelakang turbin dicampur dengan udara panas sehingga teraduk dengan baik dan temperaturnya turun sedangkan kecepatan rata2nya jug turun. Memang turbofan dirancang supaya hampir seluruh energi yg dimiliki oleh gas hasil pembakaran itu terpakai utk memutar kompresor dan fan. Tetapi bagaimanapun juga pasti masih tersisa energi pada gas hasil pembakaran itu sehingga tetap saja gas buang ini berkecepatan relatif tinggi dan temperaturnya juga tinggi. Tetapi anda benar bahwa thrust atau gaya dorong yg dihasilkan memang kebanyakan berasal dari udara dingin yg didorong oleh fan. Tapi ingat bahwa tenaga utk memutar fan (dan kompresor) berasal dari energi hasil pembakaran yg kemudian dipakai memutar turbin (yg kemudian memutar kompresor dan fan). jadi mestinya ada batas nilai bypass ratio yg bisa dicapai, walaupun mungkin sebelum batas ini tercapai, lebih dulu sudah ada batasan karena penampang enjinnya yg sudah terlalu besar. seingat saya bypass ratio terbesar utk turbofan bernilai sekitar 9. Disisi lain propfan punya bypass ratio teoritis tak berhingga (infinity), walaupun dalam prakteknya mungkin besar tetapi berhingga (finite) walau saya tak tahu berapa nilainya.

> trus boleh tanya lagi ya?
>
> di link yg saya baca kemaren masalah "Future
> Technology and Aircraft Types" juga disinggung airfoil
> dgn "divergent trailing edge".. ini saya minta
> penjelasannya. .
>

Bayangkan bentuk aerofoil, khususnya bagian ekornya yang lancip. Kemudian bayangkan sebuah bentuk segitiga kecil dan tempelkan pada bagian bawah ekor tadi dengan bagian lancip didepan dan yg tumpul dibelakang. Nah sekarang diperoleh bentuk ekor yg "membuka" alias divergen. saya lupa persisnya kapan, tapi kalau tak salah Henne ditahun1980an adalah yg pertama mengutak atik bentuk ini dengan tujuan membuat distribusi tekanan sepanjang airfoil menjadi sedikit lebih besar dibagian ekor alias memperbesar rear loading. Ini utk memperbaiki momen yg dihasilkan aerofoil.
Ada sedikit cerita menarik mengenai hal ini. Waktu software NADA selesai dibuat di IPTN, software tsb dipakai utk mengevaluasi performance aerofoil dengan DTE (divergent trailing edge) tsb. Ini tidak mudah karena waktu itu semua software dengan metoda panel selalu berbentuk lancip dan kesulitan muncul kalau ekor berbentuk tumpul. Tetapi setelah di otak atik akhirnya berhasil juga dan hasilnya lumayan dibandingkan dengan hasil yg dilaporkan dijurnal waktu itu oleh orang lain diluar negeri. kemudian ternyata bung Djoko sardjadi yg mengerjakan S3 nya di Delft rupa2nya mengembangkan metoda pemetaan konformal dengan deret Laurent, yang ditambah demhan satu suku yaitu suku logaritma dan suku log ini memungkinkan analisis aerofoil dengan ekor terbuka. Kemudian bung DS bekerjasama dengan Prahoro (anak buah saya waktu itu, sekarang Dr Prahoro di Houston, Texas) membuat software berdasarkan teori konformal mapping dengan suku log itu. Seingat saya Ir Agus Sudarmawan anak buah saya waktu itu yg membuat program NADA dibawah bimbingan saya juga bekerjasama dengan ITB utk mempelajari aerofoil DTE itu. ITB (bung DS) juga punya seorang mahasiswa dibawah bimbingannya yg mempelajari masalah ini. Sebuah pengujian terowongan angin dilakukan di ITB utk menguji konsep DTE itu dan hasilnya dibandingkan dengan prediksi menggunakan NADA dan NADALA (Nusantara Aerofoil Design and Analysis using LAurent series) dan hasilnya seingat saya cukup bagus. Sehubungan saya suda banyak pikunnya, mungkin Dr Djoko Sardjadi yang ingatannya tentunya masih lebih tok cer, bersedia memberi komentar atau meluruskan ceritanya? Mungkin juga Agus dan Prahoro mau ikut memberi masukan berdasarkan ingatan masing2? Jadi Indonesia, tepatnya ITB dan PTDI punya pengalaman dan data mengenai DTE airfoil, walau sayang tak terpakai karena PTDI tak lagi merancang pesawat :-(

Dibawah ini disampaikan info ttg paten oleh Henne dkk mengenai DTE airfoil

salam

moderator

sumber: http://groups.yahoo.com/group/AerospaceIndonesia/msearch?date=any&DM=------------&DD=----&DY=----&DM2=------------&DD2=----&DY2=----&AM=contains&AT=hadiw2000&SM=contains&ST=Future+Technology+and+Aircraft+Types&MM=contains&MT=&charset=UTF-8

di link di atas bias anda klik “next” dan “previous” untuk melihat arsip halaman berikutnya atau sebelumnya.

Tidak ada komentar: