Paijo berkata: "Temon itu orang baik, dia suka berbuat sosial".
Blonthang menyanggah: "Nggak gitu, Jo. Dia melakukan hal itu supaya mendapat sanjungan. Saya sudah hafal sekali dengan kelakuannya. Dia khan temanku sejak kecil".
Dari ketiga orang tersebut, siapa yang layak diwaspadai? Paijo, Temon, atau Blonthang?
Menurut saya, Blontank adalah orang yang layak diwaspadai sebab penilaian yang baik akan keluar dari mulut orang baik, sedangkan penilaian kotor keluar dari orang kotor. Maka hati-hatilah dalam membuat penilaian.
Di dalam al-Qur'an surah Al-Hujuraat ayat 11 juga disebutkan, "Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) ... "
Mengolok-olok dengan menjelek-jelekkan sama kah?
Kamis, 30 Juli 2009
Senin, 27 Juli 2009
Mari Berkarya
Ini bukan iklan partai politik tapi himbauan yg keluar dari lubuk hati terdalam.
Ceritanya begini, kisah ini ditulis di dalam buku Shifu Yonathan yg berjudul 36 Kebijaksanaan SGQX kalau gak salah di Bab 4 berjudul Demi Uang (2).
Kisah tsb menceritakan 2 orang sahabat yg satu sukses yg satunya tetap menjadi gembel.
Kisah bermula dari perjumpaan mereka di rel kereta api. Saat itu segerombolan pekerja rel kereta api sedang bekerja membetulkan rel yg rusak. Kemudian melintas kereta api dgn perlahan sekali. Dari dalam kereta melongok kepala seorang bos kereta menyapa salah seorang pekerja rendahan. Mereka tampak akrab, malahan bos sempat turun untuk bercakap-cakap dgn pegawai rendahan tersebut.
Teman2 pekerja rendahan yg lain terheran-heran melihat peristiwa tersebut.
Setelah bos tersebut pergi bersama kereta api, teman2 yang laen bertanya pada pegawai yg saling bertegur sapa tadi.
“Dia siapa?” tanya teman2. “Dia temanku, 26 tahun yang lalu kami sahabat dan kami sama-sama bekerja di rel ini”. Teman2 heran, “Tapi kenapa dia bisa sukses memiliki perusahaan kereta api sedangkan kamu tetap menjadi pekerja rendahan?”.
“Saya bekerja demi uang, sedangkan dia bekerja demi rel ini”… kata pegawai tadi.
Ceritanya begini, kisah ini ditulis di dalam buku Shifu Yonathan yg berjudul 36 Kebijaksanaan SGQX kalau gak salah di Bab 4 berjudul Demi Uang (2).
Kisah tsb menceritakan 2 orang sahabat yg satu sukses yg satunya tetap menjadi gembel.
Kisah bermula dari perjumpaan mereka di rel kereta api. Saat itu segerombolan pekerja rel kereta api sedang bekerja membetulkan rel yg rusak. Kemudian melintas kereta api dgn perlahan sekali. Dari dalam kereta melongok kepala seorang bos kereta menyapa salah seorang pekerja rendahan. Mereka tampak akrab, malahan bos sempat turun untuk bercakap-cakap dgn pegawai rendahan tersebut.
Teman2 pekerja rendahan yg lain terheran-heran melihat peristiwa tersebut.
Setelah bos tersebut pergi bersama kereta api, teman2 yang laen bertanya pada pegawai yg saling bertegur sapa tadi.
“Dia siapa?” tanya teman2. “Dia temanku, 26 tahun yang lalu kami sahabat dan kami sama-sama bekerja di rel ini”. Teman2 heran, “Tapi kenapa dia bisa sukses memiliki perusahaan kereta api sedangkan kamu tetap menjadi pekerja rendahan?”.
“Saya bekerja demi uang, sedangkan dia bekerja demi rel ini”… kata pegawai tadi.
Rabu, 22 Juli 2009
Hati-hati Dengan Angka
Seorang pemuda yang baru diterima bekerja di pabrik paku keling, merasa lesu dan tidak bersemangat. Tugas yang diterimanya dirasa sangat berat yaitu membuat 20.000 paku keling dalam sehari. Setelah seminggu bekerja dia merasa tidak tahan kemudian menghadap pimpinannya untuk minta ijin berhenti.
“Saya tidak sanggup lagi bekerja di sini, tugas saya terlalu berat”, kata pemuda itu.
“Bagaimana kalau 1 paku keling saja dalam 1 detik”, pimpinannya menawar.
“Oke, saya akan mencobanya”, kata pemuda itu tertantang.
Ternyata setelah seminggu berjalan, pemuda tersebut tetap bersemangat dan tidak nampak akan mengundurkan diri dari perusahaan paku keling tersebut. Padahal pilihan kedua sebenarnya lebih berat, 1 paku keling dalam 1 detik artinya 25.200 paku keling dalam sehari, kalau misalnya sehari ada 7 jam kerja. Tapi pekerjaan tersebut tetap dinilai ringan sebab yang dibayangkan adalah angka 1, bukan angka 20.000.
Seorang ahli bisnis bisa memanfatkan angka-angka untuk memotivasi anak buahnya, bahkan bisa juga untuk menghancurkan seseorang.
Kalau hendak menggapai tujuan yang besar, gunakan sasaran antara yang kecil-kecil agar semangat tidak terkikis atau bahasa Jawanya “awang-awangen”.
(Dari 36 Kebijaksanaan SGQX)
“Saya tidak sanggup lagi bekerja di sini, tugas saya terlalu berat”, kata pemuda itu.
“Bagaimana kalau 1 paku keling saja dalam 1 detik”, pimpinannya menawar.
“Oke, saya akan mencobanya”, kata pemuda itu tertantang.
Ternyata setelah seminggu berjalan, pemuda tersebut tetap bersemangat dan tidak nampak akan mengundurkan diri dari perusahaan paku keling tersebut. Padahal pilihan kedua sebenarnya lebih berat, 1 paku keling dalam 1 detik artinya 25.200 paku keling dalam sehari, kalau misalnya sehari ada 7 jam kerja. Tapi pekerjaan tersebut tetap dinilai ringan sebab yang dibayangkan adalah angka 1, bukan angka 20.000.
Seorang ahli bisnis bisa memanfatkan angka-angka untuk memotivasi anak buahnya, bahkan bisa juga untuk menghancurkan seseorang.
Kalau hendak menggapai tujuan yang besar, gunakan sasaran antara yang kecil-kecil agar semangat tidak terkikis atau bahasa Jawanya “awang-awangen”.
(Dari 36 Kebijaksanaan SGQX)
Senin, 20 Juli 2009
Jangan Meremehkan Orang Lain
Meremehkan orang lain adalah tindakan yang tidak terpuji.
Simak baik-baik kisah kuda dan kambing di bawah ini.
Kuda karena merasa besar, kuat, gagah, serta dapat berlari kencang, dia bersikap sombong kepada kambing. Setiap kambing menyapanya dia melengos tidak meresponnya. Apalagi akhir2 ini kuda sering diajak pergi majikannya maka kesombongannya semakin menjadi-jadi.
Suatu ketika terjadi kemarau hebat sehingga rumput di padang rumput habis. Rumput yang tersisa hanya di gunung-gunung yg penuh batu karang dan terjal. Kambing yang kecil dapat dengan mudah mencapai puncak dan makan rumput. Tapi kuda selalu tidak berhasil mendaki puncak gunung. Berkali-kali kuda mencobanya selalu gagal.
Melihat kejadian itu, kambing merasa iba dan mengatakan: “Kuda, kamu di bawah saja. Makan saja rumput yang saya jatuhkan ini yah”.
Semenjak kejadian itu kuda sadar bahwa tindakannya selama ini salah. (dikutip dari 36 Kebijaksanaan SGQX)
Kalau kita amati kejadian2 di sekitar kita, hal tersebut mudah sekali terlupakan. Misalnya ada suatu resepsi, maka perhatian dan penghormatan selalu diberikan kepada para pembesar atau para pejabat yang hadir di acara tersebut. Sedangkan para pelayan yang mengantarkan minuman atau para tukang cuci piring biasanya tidak pernah ada yang menggubrisnya.
Saya juga sedang belajar untuk selalu mengucapkan terima kasih pada Mas yg sering mengantarkan minuman di meja kerja saya, meskipun hanya sebatas ucapan saja.
Simak baik-baik kisah kuda dan kambing di bawah ini.
Kuda karena merasa besar, kuat, gagah, serta dapat berlari kencang, dia bersikap sombong kepada kambing. Setiap kambing menyapanya dia melengos tidak meresponnya. Apalagi akhir2 ini kuda sering diajak pergi majikannya maka kesombongannya semakin menjadi-jadi.
Suatu ketika terjadi kemarau hebat sehingga rumput di padang rumput habis. Rumput yang tersisa hanya di gunung-gunung yg penuh batu karang dan terjal. Kambing yang kecil dapat dengan mudah mencapai puncak dan makan rumput. Tapi kuda selalu tidak berhasil mendaki puncak gunung. Berkali-kali kuda mencobanya selalu gagal.
Melihat kejadian itu, kambing merasa iba dan mengatakan: “Kuda, kamu di bawah saja. Makan saja rumput yang saya jatuhkan ini yah”.
Semenjak kejadian itu kuda sadar bahwa tindakannya selama ini salah. (dikutip dari 36 Kebijaksanaan SGQX)
Kalau kita amati kejadian2 di sekitar kita, hal tersebut mudah sekali terlupakan. Misalnya ada suatu resepsi, maka perhatian dan penghormatan selalu diberikan kepada para pembesar atau para pejabat yang hadir di acara tersebut. Sedangkan para pelayan yang mengantarkan minuman atau para tukang cuci piring biasanya tidak pernah ada yang menggubrisnya.
Saya juga sedang belajar untuk selalu mengucapkan terima kasih pada Mas yg sering mengantarkan minuman di meja kerja saya, meskipun hanya sebatas ucapan saja.
Kamis, 09 Juli 2009
Teguh Pada Pendirian
Kita sebaiknya memiliki keteguhan yang kuat pada pendirian kita. Jangan seperti cerita di bawah ini.
Alkisah seorang tua hendak pergi ke kota untuk menjual keledai tuanya. Dia berangkat dengan mengajak cucunya. Dia berjalan kaki menuntun keledainya sedangkan cucunya naik di pungung keledainya. Di perjalanan mereka bertemu dengan si A dan si A mengatakan: “Sungguh pemuda tidak sopan, masak dia enak-enak duduk di atas punggung kuda sedangkan kakeknya berjalan kaki menuntun keledai”.
Karena malu dengan komentar si A tadi maka kakek memutuskan untuk berganti naik ke punggung keledai sedangkan cucunya berjalan kaki menuntun keledai tersebut. Di perjalanan selanjutnya bertemu dengan si B dan si B mengatakan: “Sungguh seorang kakek yang tidak memiliki belas kasihan, teganya dia enak-enak duduk di punggung keledai sedangkan cucunya harus berjalan kaki menuntunnya”.
Kemudian kakek memutuskan untuk turun dari punggung keledai dan keduanya berjalan kaki menuntun keledai tuanya tersebut. Di perjalanan selanjutnya berjumpa dengan pemuda C dan mengatakan: “Jaman sekarang kok masih ada orang bodoh seperti ini, sedang berjalan membawa keledai kok tidak ada yang menungganginya. Benar-benar bodoh kalian ini”.
Pada perjalanan selanjutnya mereka berdua memutuskan untuk naik dia atas punggung keledai. Kemudian mereka bertemu dengan pemuda D dan mengatakan: “Kalian ini apa tidak berpikir, keledai yang kalian tunggangi itu adalah keledai tua. Kenapa kalian berdua menungganginya? Dimana otak kalian?”
Dalam kebingungannya maka mereka memutuskan untuk mengikat kedua kaki depan dan kedua kaki belakang keledai kemudian memikulnya. Tindakan terakhir ini sudah benar-benar bodoh.
Tindakan ini dilakukan karena mereka tidak teguh memegang pendirian. Boleh-boleh saja mendengarkan pendapat orang lain karena orang lain bisa saja benar tapi jangan lupa orang lain juga bisa salah. Sehingga logika tetap harus dipergunakan selama memegang pendirian. Dan yang terpenting, kita adalah yang paling tahu kondisi kita.
Kisah di atas dipetik dari 36 kisah kebijaksanaan Shuang Guan Qi Xia.
Alkisah seorang tua hendak pergi ke kota untuk menjual keledai tuanya. Dia berangkat dengan mengajak cucunya. Dia berjalan kaki menuntun keledainya sedangkan cucunya naik di pungung keledainya. Di perjalanan mereka bertemu dengan si A dan si A mengatakan: “Sungguh pemuda tidak sopan, masak dia enak-enak duduk di atas punggung kuda sedangkan kakeknya berjalan kaki menuntun keledai”.
Karena malu dengan komentar si A tadi maka kakek memutuskan untuk berganti naik ke punggung keledai sedangkan cucunya berjalan kaki menuntun keledai tersebut. Di perjalanan selanjutnya bertemu dengan si B dan si B mengatakan: “Sungguh seorang kakek yang tidak memiliki belas kasihan, teganya dia enak-enak duduk di punggung keledai sedangkan cucunya harus berjalan kaki menuntunnya”.
Kemudian kakek memutuskan untuk turun dari punggung keledai dan keduanya berjalan kaki menuntun keledai tuanya tersebut. Di perjalanan selanjutnya berjumpa dengan pemuda C dan mengatakan: “Jaman sekarang kok masih ada orang bodoh seperti ini, sedang berjalan membawa keledai kok tidak ada yang menungganginya. Benar-benar bodoh kalian ini”.
Pada perjalanan selanjutnya mereka berdua memutuskan untuk naik dia atas punggung keledai. Kemudian mereka bertemu dengan pemuda D dan mengatakan: “Kalian ini apa tidak berpikir, keledai yang kalian tunggangi itu adalah keledai tua. Kenapa kalian berdua menungganginya? Dimana otak kalian?”
Dalam kebingungannya maka mereka memutuskan untuk mengikat kedua kaki depan dan kedua kaki belakang keledai kemudian memikulnya. Tindakan terakhir ini sudah benar-benar bodoh.
Tindakan ini dilakukan karena mereka tidak teguh memegang pendirian. Boleh-boleh saja mendengarkan pendapat orang lain karena orang lain bisa saja benar tapi jangan lupa orang lain juga bisa salah. Sehingga logika tetap harus dipergunakan selama memegang pendirian. Dan yang terpenting, kita adalah yang paling tahu kondisi kita.
Kisah di atas dipetik dari 36 kisah kebijaksanaan Shuang Guan Qi Xia.
Rabu, 08 Juli 2009
Hindari Kesalahan Kecil
Pada jaman dahulu kala ada seorang murid yang hendak turun gunung. Sebelum berangkat sang guru berpesan 3 hal, “Kamu dilarang membunuh, berzina, dan mabuk”.
Ketika sang murid melewati sebuah desa yang sangat indah, dia bertemu dengan seorang gadis yang sangat cantik. Singkat cerita mereka berkenalan dan saling menyukai. Kemudian sang gadis mengajak berzina. Tapi sang murid menolaknya karena ingat pesan guru. Tentunya hal itu membuat sang gadis kecewa.
Tapi sang gadis tidak menyerah, sebelum melakukan perpisahan sang gadis mengajak murid untuk minum. Ajakan tersebut juga ditolak karena pesan guru salah satunya dilarang mabuk. Sang gadis masih juga mendesak, “Kalau minumnya sedikit saja dan tidak mabuk berarti tidak masalah”. Dari situ sang murid mulai tergoda, “Benar juga, kalau minum cuman sedikit itu hanya kesalahan kecil tentunya mudah sekali dimaafkan, tokh juga tidak mabuk berarti tidak melanggar larangan”.
Lalu keduanya minum untuk memperingati perpisahan yang akan mereka lakukan. Mulanya mereka minum sedikit, lama kelamaan minum terus secara tidak sadar mereka sudah mabuk dan melakukan perzinaan. Ketika sang murid tersadar dia menjadi ketakutan karena sudah melanggar larangan guru yaitu mabuk dan berzina. Dalam kebingungannya tersebut akhirnya sang murid memutuskan untuk membunuh gadis tersebut agar rahasianya tidak terbongkar.
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini adalah seringkali kesalahan-kesalahan besar dimulai dari kesalahan kecil, maka jangan menganggap sepele kesalahan-kesalahan kecil.
Kasus Narkoba yang menimpa para remaja sering dimulai dari rokok. Sehingga MUI mengeluarkan fatwa rokok haram.
Ketika debat Cawapres awal Juli 2009, para cawapres sepakat terhadap larangan rokok ini. Hanya cawapres no. 1 yang masih berdalih bahwa larangan tersebut tidak dapat serta merta karena perusahaan rokok merupakan penyumbang pajak yang cukup besar dan akan banyak petani tembakau yang rugi jika rokok dilarang.
Tapi, logika cawapres no. 1 tersebut dapat dipatahkan oleh penjelasan Pak Ton (Kartono Muhammad mantan ketua IDI) setelah acara debat tersebut. Pak Ton mengatakan bahwa yang membayar pajak rokok bukan perusahaan rokok tapi para perokoknya. Juga petani tembakau tidak akan menganggur sebab tembakau bukan hanya untuk bahan rokok tapi dapat dipergunakan untuk bahan obat-obatan.
Kisah di atas dipetik dari 36 kisah kebijaksanaan Shuang Guan Qi Xia.
Ketika sang murid melewati sebuah desa yang sangat indah, dia bertemu dengan seorang gadis yang sangat cantik. Singkat cerita mereka berkenalan dan saling menyukai. Kemudian sang gadis mengajak berzina. Tapi sang murid menolaknya karena ingat pesan guru. Tentunya hal itu membuat sang gadis kecewa.
Tapi sang gadis tidak menyerah, sebelum melakukan perpisahan sang gadis mengajak murid untuk minum. Ajakan tersebut juga ditolak karena pesan guru salah satunya dilarang mabuk. Sang gadis masih juga mendesak, “Kalau minumnya sedikit saja dan tidak mabuk berarti tidak masalah”. Dari situ sang murid mulai tergoda, “Benar juga, kalau minum cuman sedikit itu hanya kesalahan kecil tentunya mudah sekali dimaafkan, tokh juga tidak mabuk berarti tidak melanggar larangan”.
Lalu keduanya minum untuk memperingati perpisahan yang akan mereka lakukan. Mulanya mereka minum sedikit, lama kelamaan minum terus secara tidak sadar mereka sudah mabuk dan melakukan perzinaan. Ketika sang murid tersadar dia menjadi ketakutan karena sudah melanggar larangan guru yaitu mabuk dan berzina. Dalam kebingungannya tersebut akhirnya sang murid memutuskan untuk membunuh gadis tersebut agar rahasianya tidak terbongkar.
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini adalah seringkali kesalahan-kesalahan besar dimulai dari kesalahan kecil, maka jangan menganggap sepele kesalahan-kesalahan kecil.
Kasus Narkoba yang menimpa para remaja sering dimulai dari rokok. Sehingga MUI mengeluarkan fatwa rokok haram.
Ketika debat Cawapres awal Juli 2009, para cawapres sepakat terhadap larangan rokok ini. Hanya cawapres no. 1 yang masih berdalih bahwa larangan tersebut tidak dapat serta merta karena perusahaan rokok merupakan penyumbang pajak yang cukup besar dan akan banyak petani tembakau yang rugi jika rokok dilarang.
Tapi, logika cawapres no. 1 tersebut dapat dipatahkan oleh penjelasan Pak Ton (Kartono Muhammad mantan ketua IDI) setelah acara debat tersebut. Pak Ton mengatakan bahwa yang membayar pajak rokok bukan perusahaan rokok tapi para perokoknya. Juga petani tembakau tidak akan menganggur sebab tembakau bukan hanya untuk bahan rokok tapi dapat dipergunakan untuk bahan obat-obatan.
Kisah di atas dipetik dari 36 kisah kebijaksanaan Shuang Guan Qi Xia.
Langganan:
Postingan (Atom)